ILMU KALAM NABI IBRAHIM

 *ILMU KALAM NABI IBRAHIM*


Semua para Nabi dan Rasul memiliki keyakinan Islam sejak mereka belum diangkat menjadi Nabi, dan tidak ada satupun Nabi yang pernah menyembah selain Allah, tidak di masa sebelum menjadi Nabi dan juga setelah mendapat wahyu. 


Nabi Ibrahim membawa agama Islam dan meyakini Tauhid sejak masih kecil hingga mendapat wahyu dan diangkat sebagai Rasul, beliau tidak pernah menyembah berhala, tidak menyembah matahari, tidak menyembah bulan dan bintang serta tidak pernah ragu dengan Tuhan-Nya. 


Allah befirman:


﴿ وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرٰهِيْمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ ﴾ (سورة الأنبياء: 51)


Maknanya: “Dan Aku (yakni Allah) berikan kepada Ibrahim keimanan di hatinya Sejak masih kecil”* (Surat al-Anbiya’:51)   


maka Nabi Ibrahim sudah beriman sejak masih kecil


wajib untuk kita yakini secara mutlak bahwa Para Nabi ma’shum yakni terjaga dari kekufuran, 


baik sebelum diwahyukan kepada mereka wahyu kenabian dan juga setelahnya.


Adapun perkataan sayiduna Ibrahim tentang bintang ketika melihatnya (bersama kaumnya)


 “﴿هٰذَا رَبِّي﴾ (سورة الأنعام: 76)” 


⚠maka dia adalah dengan pengiraan bentuk kalimat “istifham inkariy”


⚠(yaitu kalimat dalam bentuk pertanyaan namun bermakna pengingkaran isi ucapan itu), maka seolah-olah beliau berkata:


أَهذَا رَبِّي كَمَا تَزْعُمُوْنَ ؟


 “apakah ini yang kalian sangka Tuhan-ku ?” 

 

(artinya benda ini bukanlah Tuhan-ku sebagaimana yang kalian sangka), 


kemudian ketika bintang itu terbenam beliau berkata: 


﴿إِنِّي لَا أُحِبُّ الْآفِلِيْنَ﴾ (سورة الأنعام: 76)


Maknanya: “Sesungguhnya aku tidak menyukai (untuk menyembah) sesuatu yang terbenam”  (Q.S. al-An’am: 76)


Yakni tidak layak sesuatu seperti ini sebagai Tuhan, maka bagaimana bisa kalian meyakini itu ?


Ketika mereka ternyata tidak memahami maksud beliau bahkan mereka tetap dalam keyakinan mereka itu, 


beliaupun mengucapkan saat melihat bulan perkataan seperti itu lagi kepada mereka, 


ketika beliau tidak juga mendapatkan dari mereka apa yang menjadi harapannya, 


iapun menunjukkan keterlepasan diri dari peribadatan mereka terhadap bulan dan bahwa bulan itu tidak layak sebagai Tuhan, 


kemudian saat beliau tidak juga melihat hasil yang ia harapkan dari mereka beliau mengucapkan saat muncul matahari:


﴿هٰذَا رَبِّي هٰذَا أَكْبَرُ﴾ أي على زعمكم


Maknanya:“inikah yang kalian sangka Tuhan-ku karena ini lebih besar ?”.


Beliaupun tetap tidak melihat dari mereka apa yang beliau harapkan, 


maka pupuslah harapannya dari mereka karena mereka tidak juga sadar dan tidak faham akan maksudnya yaitu bahwa ketiga benda ini tidaklah layak untuk dituhankan, 


beliaupun berlepas dirilah dari apa yang mereka lakukan berupa kesyirikan itu. 


Kemudian beliau tidak menetap lama di antara mereka, bahkan ia pergi ke palestina, lalu tinggal di sana dan wafat di sana. 


Adapun Ibrahim ‘alaihissalam  sendiri pada kenyataannya telah meyakini sebelum peristiwa itu bahwa ketuhanan tidak berlaku kecuali bagi Allah saja, dengan bukti Firman Allah ta’ala


﴿وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا إِبْرَاهِيْمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ﴾ (سورة الأنبياء: 51)


Maknanya: “Dan sungguh telah Aku (yakni Allah) berikan kepada Ibrahim hidayah sejak masih kecil”  (Q.S. al-Anbiya: 51)


👳Imam Ahlus SunnahAbu al-Hasan al-Asy’ari (w. 324 H) juga berkata:


فأما الحركة والسكون والكلام فيهما فأصلهما موجود في القرآن وهما يدلان على التوحيد ، وكذلك الاجتماع والافتراق ، قال الله تعالى مخبراً عن خليله إبراهيم صلوات الله عليه وسلامه : 

(فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ) الأنعام 76 


في قصة أفول الكوكب والشمس والقمر وتحريكها من مكان إلى مكان ما دلَّ على أن ربه عز وجل لا يجوز عليه شيء من ذلك ، وأن من جاز عليه الأفول والانتقال من مكان إلى مكان فليس بإله.


"Adapun masalah gerak dan diam,pembicaraan dalam masalah keduanya dan dasarnya 

telah ada di dalam al-Qur’an, dan itu dapat menunjukan kepada pelajaran tauhid. 


Demikian pula masalah berkumpul (al-Ijtima’) dan berpisah (al-Iftiraq), (telah ada didalam al qur'an).

Dalam al-Qur’an Allah berfirman dalam memberitakan keadaan nabi Ibrahim: 

فلمَّا أفلَ قال لا أحبّ الآفلين

“Ketika menghilang (matahari, bulan dan bintang) berkatalah nabi Ibrahim;


Sungguh aku tidak menyenangi yang hilang”(QS.Al-An’am: 76). 


Ayat ini dalam kisah hilangnya bintang, matahari dan bulan, dan bahwa itu semua bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain,


☑️ini menunjukan bahwa Tuhan (yang menciptakan itu semua) tidak boleh bagi-Nya memiliki sifat-sifat yang seperti demikian itu, 


☑️oleh karena sesuatu yang bisa hilang dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain bukan sebagai tuhan”


(Al-Asy’ari, Risalah fi Istihsan al-Khaudh fi ‘Ilm al-Kalam).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEHIDUPAN SELALU BERPUTAR

Kesempurnaan iman dari ucapan

Talqinkanlah orang yang sakaratulmaut diantara kamu dengan ucapan لا اله الا الله